Di lokasi Wisata olah raga ini bukan hanya keindahannya saja,
tetapi tentunya juga udara segar dan sehat. Hiruplah oksigen segar alami dari
Rancamaya Golf dan bila ingin beristirahat untuk sekedar melepas lelah,
tersedia bebrapa buah Villa serta rumah makan yang menyajikan berbagai hidangan
lezat yang cocok untuk udara yang sejuk.
Rancamaya terletak kira-kira 7 km di sebelah tenggara Kota
Bogor. Dia memiliki nilai khusus bagi orang Sunda. Rancamaya memiliki mata air
yang sangat jernih. Tahun 1960-an di hulu Cirancamaya ini ada sebuah situs
makam kuno dengan pelataran berjari-jari 7,5 m tertutup hamparan rumput halus
dan dikelilingi rumpun bambu setengah lingkaran. Dekat makam itu terdapat pohon
hampelas, patung badak setinggi kira-kira 25 m dan sebuah pohon beringin.
Dewasa ini seluruh situs sudah “dihancurkan” orang.
Pelatarannya ditanami ubi kayu, pohon-pohonannya ditebang dan makam kuno itu
diberi saung. Di dalamnya sudah bertambah sebuah kuburan baru, lalu makam
kunonya diganti dengan bata pelesteran, ditambah bak kecil untuk peziarah
dengan dinding yang dihiasi huruf Arab. Makam yang dikenal sebagai makam Embah
Punjung ini mungkin sudah dipopulerkan orang sebagai makam wali. Kejadian ini
sama seperti kuburan Embah Jepra pendiri Kampung Paledang yang terdapat di
Kebun Raya yang “dijual” orang sebagai “makam Raja Galuh”.
Telaga yang ada di Rancamaya, menurut Pantun Bogor, asalnya
bernama Rena Wijaya dan kemudian berubah menjadi Rancamaya. Akan tetapi,
menurut naskah kuno, penamaannya malah dibalik, setelah menjadi telaga kemudian
dinamai Rena Maha Wijaya (terungkap pada prasasti). “Talaga” (Sangsakerta
“tadaga”) mengandung arti kolam. Orang Sunda biasanya menyebut telaga untuk
kolam bening di pegunungan atau tempat yang sunyi. Kata lain yang sepadan
adalah situ (Sangsakerta, setu) yang berarti bendungan.
Berdasarkan keadaan sawah di Rancamaya, dapat diperkirakan
bahwa telaga itu dahulu membentang dari hulu Cirancamaya sampai ke kaki bukit
Badigul di sebelah utara jalan lama yang mengitarinya dan berseberangan dengan
Kampung Bojong. Pada sisi utara lapang bola Rancamaya yang sekarang, tepi
telaga itu bersambung dengan kaki bukit.
Bukit Badigul memperoleh namanya dari penduduk karena
penampakannya yang unik. Bukit itu hampir “gersang” dengan bentuk parabola
sempurna dan tampak seperti “katel” (wajan) terbalik. Bukit-bukit di sekitarnya
tampak subur. Badigul hanya ditumbuhi jenis rumput tertentu. Mudah diduga bukit
ini dulu “dikerok” sampai mencapai bentuk parabola. Akibat pengerokan itu tanah
suburnya habis.
Badigul kemungkinan waktu itu dijadikan “bukit punden” (bukit
pemujaan) yaitu bukit tempat berziarah (bahasa Sunda, nyekar atau ngembang =
tabur bunga). Kemungkinan yang dimaksud dalam “rajah Waruga Pakuan” dengan
Sanghiyang Padungkulan itu adalah Bukit Badigul ini.
Kedekatan telaga dengan bukit punden bukanlah tradisi baru.
Pada masa Purnawarman, raja beserta para pembesar Tarumanagara selalu melakukan
upacara mandi suci di Gangganadi (Setu Gangga) yang terletak dalam istana
Kerajaan Indraprahasta (di Cire irang). Setelah bermandi-mandi suci, raja
melakukan ziarah ke punden-punden yang terletak dekat sungai.
Spekulasi lain mengenai pengertian adanya kombinasi
Badigul-Rancamaya adalah perpaduan gunung-air yang berarti pula Sunda-Galuh.
BTW indahnya bisa beroutbound ria di lingkungan tersebut kan ….
0 komentar:
Posting Komentar